Anastasia dan Anaknya Jalani Pemulihan Usai Alami Kekerasan Rumah Tangga, Begini Dampak KDRT Terhadap Anak

Forum.silampari.com – Selebgram asal Lampung Anastasia Noor Widiastuti mengaku trauma atas tindakan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) oleh sang suami berinisial AP.

Anastasia mengucapkan terima kasih kepada pihak kepolisian yang telah menetapkan sang suami sebagai tersangka dalam kasus KDRT tersebut.

“Terima kasih semua untuk semua pihak yang sudah membantu, akhirnya aku bisa berkumpul bersama anak-anak lagi,” kata Anastasia dalam unggahan Instagram pribadinya @anastasiabayaa, pada Minggu, 6 Oktober 2024.

Tampak dalam unggahan tersebut, Anastasia memeluk buah hatinya dan mengaku ingin melakukan pemulihan kesehatan secara mental bersama anaknya.

“Kita mulai dari nol ya, kita konseling lagi, kita perbaiki semuanya dari awal demi kesehatan mental dan masa depan kamu,” ungkapnya.

Penasihat hukumnya, Randy Pratama mengungkap Anastasia pernah dipukuli oleh AP saat mengandung usia kehamilan tujuh bulan.

“Dulu pernah ada beberapa kali kekerasan dialami klien kami, yang mana tengah hamil usia kandungan 7 bulan mengalami pemukulan,” kata Randy kepada wartawan di Polresta Bandar Lampung, Jumat, 4 Oktober 2024.

Bukan hanya sekedar pengakuan, Randy memastikan turut mengantongi banyak bukti terkait tindakan kekerasan AP.

“Betul, sudah berkali-kali kejadian ini. Kami akhirnya buat laporan pada 2 Oktober 2024 kemarin,” tegasnya.

Kapolresta Bandar Lampung Kombes Pol Abdul Waras pun membenarkan adanya laporan dari pihak korban.

“Kami menerima laporan pada 2 Oktober 2024, dari korban berinisial AN (31) yang menyatakan bahwa telah terjadi tindakan kekerasan di rumahnya di Jalan Mata Intan, Tanjung Karang Barat,” kata Abdul dalam kesempatan yang sama.

Adapun modus dari kasus KDRT ini, Abdul mengungkap adanya tindakan pemukulan dan upaya paksa dari tersangka untuk mengambil anak dari korban.

“Menurut hasil pemeriksaan awal, tersangka mengakui telah melakukan pemukulan sebanyak dua kali,” pungkasnya.

Akibat perbuatannya, AP dijerat dengan Pasal 44 UU Nomor 23 Tahun 2024 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga.

Berkaca dari kasus yang dialami oleh Selebgram asal Lampung itu, penting bagi keluarga di Indonesia untuk mengetahui lebih jauh tentang KDRT atau domestic violence.

Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mengungkap, KDRT menjadi hal yang menakutkan tentang sebuah kekerasan berbasis gender yang terjadi di ranah personal.

“Kekerasan (KDRT) ini banyak terjadi dalam hubungan relasi personal, pelakunya adalah orang yang dikenal baik dan dekat oleh korban,” tulis Komnas Perempuan dalam pernyataan di laman resminya pada tahun 2020 lalu.

Lantas, apa bentuk-bentuk kekerasan KDRT dan bagaimana dampaknya terhadap anak? Berikut ini ulasan selengkapnya.

Siapa Saja yang Dapat Melakukan KDRT?

Komnas Perempuan mengungkap, tindak kekerasan KDRT dapat dilakukan oleh suami terhadap istri, ayah terhadap anak, paman terhadap keponakan, hingga kakek terhadap cucunya.

Kekerasan ini juga muncul dalam hubungan pacaran, atau juga dapat dialami oleh orang yang menetap dalam rumah sebagai asisten rumah tangga.

Selain itu, KDRT juga dimaknai sebagai kekerasan terhadap perempuan oleh anggota keluarga yang memiliki hubungan darah.

Bagaimana Bentuk Kekerasan KDRT?

Komite Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan mengungkap, KDRT dilakukan dalam berbagai bentuk kekerasan fisik, psikis, dan seksual.

Kekerasan tersebut berakar pada perbedaan berbasis gender dan jenis kelamin yang sangat kuat di dalam masyarakat.

Dalam UU PKDRT Pasal 9, juga menyebutkan bentuk-bentuk kekerasan KDRT juga dalam bentuk penelantaran rumah tangga.

Apa Saja Dampak KDRT Terhadap Anak?

KDRT yang terjadi di sekitar anak, adalah kasus yang rentan dan menjadikan dirinya dalam bahaya.

Sebab, terdapat kemungkinan suami yang menganiaya istri juga dapat pula menganiaya anaknya.

Di sisi lain, istri yang mengalami penganiayaan dari suaminya, dapat mengarahkan kemarahan dan frustasi kepada anaknya.

Selain itu, meski tidak ada upaya kekerasan terhadap anak, mereka dapat mengalami cedera serius ketika dirinya mencoba menghentikan kekerasan dalam keluarganya.

Secara psikologis, anak akan sulit mengembangkan perasaan tentram dan tidak mendapatkan kasih sayang secara optimal.

Kekerasan dalam rumah tangga juga menyebabkan hidup sang anak selalu diwarnai kebingungan, ketakutan, dan ketidakjelasan tentang masa depannya.

Sebab, KDRT yang terjadi membuat sang anak tidak mengetahui cara mencintai dengan tulus, penyelesaian konflik dan perbedaan secara sehat dalam keluarganya.

Apakah Ada Peraturan Kebijakan KDRT dari Pemerintah?

Peraturan kebijakan tersebut sudah diatur pemerintah Indonesia, melalui UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT).

Selain itu, peraturan tersebut telah diimplementasikan dalam pencegahan dan penanganan perempuan korban kekerasan.

Undang-undang tersebut merupakan jaminan yang diberikan oleh negara untuk mencegah terjadinya kekerasan, menindak pelaku, dan melindungi korban kekerasan dalam rumah tangga.

Bagaimana Upaya Masyarakat Terhadap KDRT?

Setiap orang yang mendengar, melihat, atau mengetahui terjadinya kekerasan dalam rumah tangga wajib melakukan upaya pencegahan maksimal sesuai batas kemampuannya.

Terkhusus dalam upaya mencegah berlangsungnya tindak kekerasan KDRT, dan memberikan perlindungan kepada korban.

Selain itu, masyarakat dapat memberikan pertolongan darurat dan membantu proses pengajuan permohonan penetapan perlindungan kepada pihak otoritas setempat. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *