Musi Rawas Targetkan KLA Utama, Inilah Indikatornya

MUSI RAWAS – Setelah dua tahun berturut Kabupaten Musi Rawas raih penghargaan Kabupaten Layak Anak (KLA) Kategori Nindya, maka sudah seharusnya meningkatkan ke predikat Utama.

Karena sejatinya, anak yang menjadi fokus KLA harus jadi prioritas utama dalam pembangunan SDM agar tercipta generasi unggul masa depan bangsa, negara dan daerah.

Tentu ini tidak terlepas dari dukungan dan kekompakan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dan stakeholder yang ada di bawah pembinaan dan kepemimpinan Bupati Musi Rawas, Hj Ratna Machmud dan Wakil Bupati, Hj Suwarti.

Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA) Kabupaten Musi Rawas, Muhammad Rozak mengatakan Penghargaan KLA Kategori Nindya diraih berdasarkan penilaian dari Tim Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA).

“Penilaian tersebut melalui 5 klaster, yakni meliputi hak sipil dan kebebasan, lingkungan keluarga dan pengasuhan alternatif, kesehatan dasar dan kesejahteraan.

Kemudian, pendidikan, pemanfaatan waktu luang, dan kegiatan budaya. Serta, perlindungan khusus,” paparnya saat dibincangi di kantornya, Jum’at (22/09/2023).

Menurutnya, pemenuhan 5 klaster tersebut merupakan barometer penghargaan yang diberikan, hingga Musi Rawas dapat penilaian dengan Kategori Nindya.

“Ada beberapa tingkatan dalam penghargaan KLA sesuai bobot penilaian. Kategori pratama dengan bobot nilai 500-600, kategori Madya dengan bobot nilai 601-700. 

Kategori nindya dengan bobot nilai 701-800, kategori utama dengan bobot nilai 801-900, dan kategori KLA dengan bobot nilai 901-1.000,” urainya.

Dia menyebutkan Kabupaten Musi Rawas sudah meraih predikat Nindya. Untuk menaikan predikat ke Utama perlu peningkatan, sesuai indikator dari 5 klaster diatas.

“Target untuk meningkatkan ke Utama setidaknya kita harus memenuhi beberapa indikator, salah satunya membentuk Asosiasi Perusahaan Sahabat Anak Indonesia (APSAI).

Ini sudah kita rintis dan sudah dibentuk gugus tugas untuk tingkat Pemkab Musi Rawas dan seterusnya dibentuk pada perusahaan-perusahaan yang ada di dalam Kabupaten Musi Rawas.

Tujuan tidak lain untuk membentuk iklim dan suasana kondusif pada perusahaan untuk kenyamanan anak-anak. Karena setiap perusahaan yang cukup besar memiliki ratusan bahkan ribuan karyawan, apalagi domisili di wilayah perusahaan tersebut tentu memiliki anak-anak,” jelasnya.

Sekolah Ramah Perempuan Anak, lanjutnya. Juga perlu dibentuk paling tidak merubah mindset tentang perempuan dan anak, maksudnya agar sekolah sebagai tempat pendidikan lebih menghargai, menghormati dan menempatkan posisi perempuan dan anak sebagai orang yang mulia, bermartabat dalam bangsa ini.

“Kemudian, kasus stunting juga bisa ngefek terhadap status KLA. Karena tingginya kasus stunting, berpengaruh terhadap indikator dalam klaster KLA.

Bagaimana mewujudkan generasi unggul, menuju Musi Rawas Maju, Mandiri, Bermartabat (Mantab)? Jika kasus stunting yang didalamnya termasuk perempuan dan anak-anak masih tinggi.

Jadi, kasus stunting bergandengan dengan KLA sebagai barometer kemajuan dan kesejahteraan daerah masa kini dan akan datang,” jelasnya.

Dia mengajak semua pihak untuk sama-sama berupaya meningkatkan pembangunan dasar terutama anak-anak sebagai pondasi bangsa/daerah kedepan.

“Sebelumnya kita juga telah menyiapkan aplikasi LAPOR PAK BOS. Sebagai sarana laporan kasus dan masalah Perempuan atau Anak ke Pemkab Musi Rawas.

Ini tidak lain, agar masyarakat dapat melaporkan masalah dengan cepat, mudah dan dapat segera ditanggulangi.

Ini juga merupakan inovasi Kabupaten Musi Rawas dalam pelayanan KLA juga, mungkin baru di Kota Surabaya ada aplikasi yang hampir sama dengan kita.

Kenapa mesti pakai aplikasi, tidak cukup dengan whatsapp atau SMS online, karena dengan aplikasi tentu lebih konkrit dan teridentifikasi, terutama pelapornya,” tutup Muhammad Rozak.

Diketahui, Paraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, No. 12 Tahun 2011. Tentang INDIKATOR KABUPATEN/KOTA LAYAK ANAK. 

Klaster Hak Anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf b meliputi:

1. Hak Sipil dan Kebebasan;
Indikator :
– Persentase anak yang teregistrasi dan mendapatkan Kutipan Akta Kelahiran;
– Tersedia fasilitas informasi layak anak; dan 
– Jumlah kelompok anak, termasuk Forum Anak, yang ada kabupaten/kota, desa/kelurahan.

2. Lingkungan kKeluarga dan Pengasuhan Alternatif;
Indikator :
– Persentase usia perkawinan pertama di bawah 18 (delapan belas) tahun;
– Tersedia lembaga konsultasi bagi orang tua/keluarga tentang pengasuhan dan perawatan anak; dan 
– Tersedia lembaga kesejahteraan sosial anak.

3. Kesehatan Dasar dan Kesejahteraan;
Indikator :
– Angka Kematian Bayi;
– Prevalensi kekurangan gizi pada balita;
– Persentase Air Susu Ibu (ASI) eksklusif;
– Jumlah Pojok ASI;
– Persentase imunisasi dasar lengkap;
– Jumlah lembaga yang memberikan pelayanan kesehatan reproduksi dan mental;
– Jumlah anak dari keluarga miskin yang memperoleh akses peningkatan kesejahteraan;
– Persentase rumah tangga dengan akses air bersih; dan
– Tersedia kawasan tanpa rokok.

4. Pendidikan, Pemanfaatan Waktu Luang, dan Kegiatan Budaya;
Indikator :
– Angka partisipasi pendidikan anak usia dini;
– Persentase wajib belajar pendidikan 12 (dua belas)  tahun;
– Persentase sekolah ramah anak;
– Jumlah sekolah yang memiliki program, sarana dan prasarana perjalanan anak ke dan dari sekolah; dan 
– Tersedia fasilitas untuk kegiatan kreatif dan rekreatif yang ramah anak, di luar sekolah, yang dapat diakses semua anak.

5. Perlindungan Khusus; 
Indikator :
– Persentase anak yang memerlukan perlindungan khusus dan memperoleh pelayanan;
– Persentase kasus anak berhadapan dengan hukum (ABH) yang diselesaikan dengan pendekatan keadilan restoratif (restorative justice);
– Aadanya mekanisme penanggulangan bencana yang memperhatikan kepentingan anak; dan
– Persentase anak yang dibebaskan dari bentuk-bentuk pekerjaan terburuk anak.

Report : Faisol Fanani

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *